Menurut al-Imaam
Jalaluddin as-Suyuthi rahimahullaah dalam kitab al-Hawi li al-Fatawi.
Hasil Penelaahan Mengenai Permasalahan Berdzikir dengan Jahr
(Dzikir dengan Mengeraskan Suara)
Dengan
asma’ Alloh yang Maha Pengasih lagi maha Penyayang, segala puji bagi Alloh yang
memberikan kecukupan bagiku, dan keselamatan kesejahteraan bagi hamba-Nya yang
terpilih.
Aku
bertanya kepadamu (wahai Syaich as-Suyuthi) semoga Allah Ta’aala memuliakanmu,
mengenai suatu hal yang umum dilakukan para pemuka shufiyyah yang
menyelenggarakan halaqah dzikr dan men-jahr-kannya di dalam masjid dan
mengeraskan suaranya dengan bacaan tahlil, apakah hal yang demikian ini makruh
atau tidak?
Jawabannya adalah:
Sesungguhnya
hal yang demikian ini tidak dihukumi makruh sama sekali, dan sungguh terdapat
banyak riwayat hadits-hadits yang menunjukkan disunnahkannya berdzikir secara
jahr, selain itu terdapat pula hadits-hadits yang menunjukkan disunnahkannya
berdzikir secara sirr (pelan) sehingga perlu dikompromikan kedua cara berdzikir
tersebut, yang mana hal tersebut dilaksanakan berbeda-beda menurut keadaan dan
masing-masing pribadi. Sebagaimana al-Imaam an-Nawawi mengkompromikan
hadits-hadits tentang disunnahkannya membaca Al-Quran secara jahr, dan
(hadits-hadits) yang menyebutkan tentang diperbolehkannya membacanya secara
sirr, berikut ini akan saya jelaskan secara fasal demi fasal.
Selanjutnya
beliau (al-Imaam as-Suyuthi rahimahullaah) menyebut hadits-hadits yang menunjukkan
disunnahkannya mengeraskan suara pada saat dzikir, baik secara shorih (terang)
maupun iltizam (tersirat).
1. Hadits Pertama:
Telah
diriwayatkan oleh al-Imaam al-Bukhari rahimahullah, bahwasanya Abu Hurairah
radhiyallaah ‘anhu berkata: Bersabda Rasulullaah shollallaah ‘alaih wa sallam:
Alloh Ta’aala berfirman: “Aku mengikuti prasangka hamba-Ku terhadap-Ku, dan Aku
selalu bersamanya apabila dia mengingat-Ku. Apabila dia mengingat-Ku di dalam
dirinya (Sirr), maka Aku akan mengingat dia pada diri-Ku (Sirr), apabila dia
mengingat-Ku dalam jumlah kelompok yang besar, maka Aku akan menyebut nama
mereka dalam kelompok yang jauh lebih baik dari kelompok mereka.”
Beliau
al-Imaam as-Suyuthi rahimahullaah berkomentar: “Dan berdzikir dalam kelompok
yang besar tidak lain dilaksanakan secara jahr.”
2. Hadits Kedua:
Diriwayatkan
oleh al-Bazzaar dan al-Hakiim di dalam al-Mustadrak dan menyatakan
keshahihannya, bahwasanya Jabir radhiyallaah ‘anhu berkata: Telah keluar Nabi
Shollallaah ‘alaih wa sallam kepada kami, dan bersabda: Wahai manusia,
sesungguhnya Alloh Ta’aala menebarkan para malaikat untuk mendatangi majlis
dzikr di bumi, maka masuklah ke dalam taman-taman surga itu. Mereka berkata:
Dimanakah taman-taman surga itu? Beliau bersabda: Majlis-majlis dzikr, sebaiknya
kalian berdzikir kepada Allah tiap pagi dan petang.
3. Hadits Ketiga:
Diriwayatkan
oleh Muslim dan al-Hakim dengan lafadz dari abu Hurairah: telah bersabda
Rasulullah Shollallaah ‘alaih wa sallam: Sesungguhnya Allah memiliki
malaikat-malaikat Sayyarah yang mencari majlis dzikir di bumi, maka apabila
mereka menemukan majlis dzikir, mereka saling mengelilingi dengan sayap-sayap
mereka hingga mencapai langit, maka Allah berfirman: Dari mana kalian?
Mereka menjawab: Kami telah mendatangi hamba-Mu yang bertasbih, bertakbir,
bertahmid, bertahlil, memohon kepada Engkau, meminta perlindungan-Mu.
Maka Allah berfirman: Apa yang kalian pinta? (dan Allah-lah yang lebih
mengetahui apa-apa tentang mereka), mereka menjawab: Kami memohon Surga kepada
Engkau. Allah berfirman: Apakah kalian sudah pernah melihat Surga?. Mereka
menjawab: Tidak, Wahai Rabb. Allah berfirman: Bagaimana seandainya mereka
pernah melihatnya?, kemudian Allah berfirman: Terhadap apa kalian meminta
perlindungan-Ku? Sedangkan Allah Maha Mengetahui perihal mereka. Mereka
menjawab: (Kami memohon perlindungan-Mu) dari api neraka. Kemudian Allah
berfirman: Apakah kalian pernah melihatnya?. Mereka menjawab: Tidak.
Selanjutnya Allah berfirman: Bagaimana seandainya kalau mereka pernah
melihatnya?. Kemudian Allah berfirman: Saksikanlah, sesungguhnya Aku telah
mengampuni mereka, dan Aku perkenankan permintaan mereka, dan Aku beri
perlindungan terhadap mereka atas apa-apa yang mereka minta perlindungan-Ku.
Mereka berkata: Wahai Rabb kami, sesungguhnya didalamnya (majlis dzikir)
terdapat seorang hamba penuh dosa yang duduk didalamnya dan dia bukanlah bagian
dari mereka (yang berdzikir), maka Allah berfirman: Dan dia termasuk ke dalam
orang-orang yang Aku ampuni, karena kaum itu adalah kaum yang tidak mencelakakan
orang-orang yang duduk bersama mereka.
4. Hadits Keempat
Diriwayatkan
oleh Muslim dan at-Tirmidzi, dari abu-Hurairah dan abu Sa’id al-Khudriy
radhiyallaah ‘anhumaa, bahwasanya Rasulullah Shollallaah ‘alaih wa sallam
bersabda: Tidaklah suatu kaum yang berdzikir kepada Allah melainkan para
malaikat akan mengelilinginya dan melimpahkan rahmat, dan diturunkan atas
mereka sakinah (ketenangan) dan Allah Ta’aala menyebut mereka kepada siapa saja
yang berada di sisi-Nya.
5. Hadits Kelima
Diriwayatkan oleh Muslim dan
at-Tirmidzi, dari Mu’awiyyah, bahwasanya Nabi Shollallaah ‘alaih wa sallam
keluar menuju kepada halaqah daripada sahabatnya, kemudian beliau bersabda:
“Kenapa kalian duduk-duduk?” Mereka menjawab: “Kami duduk untuk berdzikir dan
memuji Allah Ta’aala.” Beliau bersabda: “Sesungguhnya Jibril mendatangiku dan
mengabarkan kepadaku bahwasanya Allah Ta’aala membanggakan kalian kepada
malaikat.”
6. Hadits Keenam
Diriwayatkan
oleh al-Hakim sekaligus beliau menshohihkannya dan Baihaqi di dalam Sya’b
al-Imaan dari Abu Sa’id al-Khudriy radhiyallaah ‘anhu berkata: Telah bersabda
Rasulullaah Shollallaah ‘alaih wa sallam: “Perbanyaklah olehmu di dalam
berdzikir kepada Allah Ta’aala, sehingga mereka (kaum munafiquun) mengatakan
bahwa kalian adalah ‘orang gila’.“
7. Hadits Ketujuh
Berkata
al-Baihaqi di dalam Syu’b al-Imaan dari abu al-Jauza’ radhiyallaah ‘anhu
berkata: Telah bersabda Rasulullah Shollallaah ‘alaih wa sallam: “Perbanyaklah
berdzikir kepada Allah Ta’aala, sehingga kaum munafiquun berkata, ‘Kalian
gila’.”
Beliau
al-Imaam as-Suyuthi rahimahullaah berkomentar: Ini hadits mursal, adapun tujuan
pendalilan menggunakan hadits ini dan yang sebelumnya lebih ditujukan untuk
dzikir jahr, bukan dzikir sirr.
8. Hadits
Kedelapan
Diriwayatkan
oleh al-Baihaqi dari Sahabat Anas radhiyallaah ‘anhu berkata: Telah bersabda
Rasulullaah Shollallaah ‘alaih wa sallam: “Apabila kalian menemukan taman-taman
surga, maka ramaikanlah ia.” Para sahabat bertanya: “Wahai Rasulullaah, apakah
yang disebut taman surga itu?” Beliau bersabda: “Halaqah dzikir.”
9. Hadits
Kesembilan
Diriwayatkan
oleh Baqi bin Makhlad, dari ‘Abdullah ibn Umar radhiyallaah ‘anhu, bahwasanya
Nabi Shollallaah ‘alaih wa sallam melewati dua majelis, salah satu dari majelis
menyeru dan mengagungkan Allah Ta’aala. Dan majelis yang satunya mengajarkan
ilmu. Kemudian beliau bersabda: “Kedua-duanya baik, akan tetapi salah satunya lebih
utama (daripada majelis yang satunya).”
10.
Hadits Kesepuluh
Diriwayatkan
oleh al-Baihaqi dari ‘Abdullaah ibn Mughaffal berkata: Telah bersabda
Rasulullaah Shollallaah ‘alaih wa sallam: “Tiada suatu kaum yang berkumpul
untuk berdzikir kepada Allah Ta’aala kecuali mereka akan dipanggil oleh para
pemanggil dari langit: ‘Bangunlah kalian, sesungguhnya kalian sudah diampuni,
sungguh keburukan-keburukan kalian telah diganti dengan kebaikan-kebaikan’.”
11.
Hadits Kesebelas
Diriwayatkan
oleh al-Baihaqi dari Abu Sa’id al-Khudriy radhiyallaah ‘anhu, bahwasanya Nabi
Shollallaah ‘alaih wa sallam bersabda: “Berfirman Allah Ta’aala pada hari
Qiyamah: ‘Orang-orang yang dikumpulkan pada hari ini akan mengetahui siapa saja
yang termasuk orang-orang mulia’. Para sahabat bertanya: ’Siapakah yang
termasuk orang-orang mulia tersebut Wahai Rasulullaah?’. Beliau bersabda:
‘Majelis-majelis dzikir di masjid’. ”
12.
Hadits Keduabelas
Diriwiyatkan
oleh al-Baihaqi dari ibnu Mas’ud radhiyallaah ‘anhu berkata: “Sesungguhnya
gunung memanggil gunung lainnya dengan namanya dan bertanya: ‘Wahai fulan,
apakah kamu hari ini sudah dilewati orang yang berzikir kepada Allah?’ Yang
apabila dijawab: ‘Ya’ mereka akan merasa sangat gembira. Kemudian Abdullah
membaca ayat: ‘(Perkataan gunung) Sungguh-sungguh kalian telah mendatangkan
‘idda (kemunkaran yang sangat besar), sehingga hampir-hampir langit pecah
berkeping-keping.’ Beliau berkomentar: ‘Apakah mereka (gunung-gunung) hanya
mendengar kemunkaran, dan tidak mendengar kebaikan?’”
13.
Hadits Ketigabelas
Diriwayatkan oleh ibn Jarir di dalam
kitab tafsirnya, dari ibn ‘Abbas radhiyallaah ‘anhu mengenai firman Allah
Ta’aala: “Maka tidaklah langit dan bumi menangis atas mereka”. Bersabda Nabi
Shollallaah ‘alaih wa sallam: “Bahwasanya apabila seorang mukmin wafat,
menangislah bumi tempat dia sholat dan berdzikir kepada Allah.” Diriwayatkan
pula oleh ibn Abi ad-Dunya dari Abu Ubaid berkata: “Sesungguhnya apabila
seorang mukmin wafat, maka berserulah bongkahan bumi: ‘Hamba Allah ‘ta’aala
yang mukmin telah wafat!’, maka menangislah atasnya bumi dan langit, kemudian
ar-Rahmaan berfirman: ‘Mengapa kalian menangisi hamba-Ku?’. Mereka berkata:
‘Wahai Rabb kami, tidaklah dia berjalan di suatu daerah kami melainkan ia
berdzikir kepada-Mu ’ ”
Tujuan pendalilan menggunakan hadits
ini adalah: “Dengarnya gunung dan bumi akan dzikir tidak lain dikarenakan
dzikir tersebut di-jahr-kan”
14. Hadits
Keempatbelas
Diriwayatkan
oleh al-Bazzar dan al-Baihaqi dengan sanad Shohih dari ibn ‘Abbas radhiyallaah
‘anhu berkata: Telah bersabda Rasulullaah Shollallaah ‘alaih wa sallam: Allah
Ta’aala berfirman: “Wahai hamba-Ku apabila engkau berdzikir kepada-Ku di dalam
kesunyian, maka Aku akan mengingatmu di dalam kesunyian pula, dan apabila
engkau berdzikir kepada-Ku dalam kelompok yang banyak, maka Akupun akan
mengingatmu di dalam kelompok yang jauh lebih baik dan lebih besar”
15.
Hadits Kelimabelas
Diriwayatkan
oleh al-Baihaqi dari Zaid ibn Aslam berkata: Berkata ibn Adra’: “Pada suatu
malam aku pergi bersama Rasulullaah shollallaah ‘alaih wa sallam, kemudian
beliau melewati seorang lelaki di dalam masjid sedang mengangkat suaranya
tinggi-tinggi. Aku (ibn Adra’) berkata: ‘Wahai Rasulullaah, barangkali lelaki
ini sedang Riya’ (memamerkan ibadahnya)?’ Beliau bersabda: ‘Bukan, dia sedang
berdo’a dan mengadu’”. Al-Baihaqi meriwayatkan pula dari ‘Uqbah ibn ‘Amir:
Bahwasanya Rasulullaah shollallaah ‘alaih wa sallam bersabda kepada seorang
lelaki bernama Dzul Bajadain: “Sesungguhnya dia banyak berdo’a dan mengadu, itu
semua karena dia selalu berdzikir kepada Allah Ta’aala”. Al-Baihaqi juga
meriwayatkan dari Jabir ibn ‘Abdullah bahwasanya ada seorang lelaki yang
meninggikan suaranya ketika berdzikir sehingga lelaki yang lainnya berkata,
“Seandainya saja orang ini merendahkan suaranya.” Rasulullah Shollallaah ‘alaih
wa sallam bersabda: “Biarkanlah dia, sesungguhnya dia sedang berdoa dan
mengadu.”
16.
Hadits Keenambelas
Diriwayatkan oleh al-Hakim dari
Syaddad ibn Aus berkata: “Sesungguhnya kami sedang bersama Rasulullah
Shollallaah ‘alaih wa sallam pada saat beliau bersabda: ‘Angkatlah tangan
kalian dan ucapkanlah لا اله الا الله ’,
maka kami melaksanakan perintah beliau”. Kemudian beliau bersabda: “Ya Allah,
sesungguhnya Engkau utus aku karena kalimah ini, Engkau perintahkan aku juga
karenanya, Engkau janjikan aku surga juga karenanya, sesungguhnya Engkau tidak
menyalahi janji.” Kemudian beliau bersabda kepada para sahabat: “Bergembiralah
kalian, karena Allah sudah mengampuni kalian semua.”
17. Hadits
Ketujuhbelas
Diriwayatkan
oleh al-Bazzar dari Anas radhiyallaah ‘anhu dari Nabi Shollallaah ‘alaih wa
sallam: “Sesungguhnya Allah Ta’aala memiliki Malaikat Sayyarah yang mencari
halaqah-halaqah dzikir. Dan apabila mereka menemukannya maka mereka
mengelilingi tempat-tempat tersebut. Kemudian Allah Ta’aala berfirman: “Naungi
mereka dengan rahmat-Ku, mereka adalah orang-orang yang duduk yang tidak
mencelakakan pendatang yang ikut duduk bersama mereka.”
18.
Hadits Kedelapanbelas
Diriwayatkan
oleh at-Thabrani dan ibn Jarir, dari Abdurrahman ibn Sahl ibn Hanif berkata:
“Saat Rasulullah Shollallaah ‘alaih wa sallam berada di salah satu rumahnya,
diturunkanlah ayat: “Sabarkanlah dirimu bersama orang-orang yang menyeru Rabb
mereka di pagi hari dan petang hari.” (Ayat). Kemudian beliau keluar kepada
sahabat dan mendapati mereka sedang berdzikir, diantara mereka ada yang sudah
beruban, kusam kulit dan hanya memiliki satu pakaian. Melihat mereka, Nabi
Shollallaah ‘alaih wa sallam duduk bersama mereka dan bersabda: “Segala puji bagi
Allah Ta’aala yang telah menjadikan diantara kalangan ummatku orang-orang yang
diperintahkan aku untuk bersabar bersama mereka.”
19.
Hadits Kesembilanbelas
Diriwayatkan
oleh al-Imaam Ahmad di dalam az-Zuhd dari Tsabit berkata: “Salman berada di
dalam sebuah kelompok yang berdzikir kepada Allah Ta’aala, kemudian Nabi
Shollallaah ‘alaih wa sallam melewati mereka sehingga menyebabkan mereka
berhenti, kemudian beliau bersabda: “Apa yang kalian ucapkan?”. Jawab kami:
“Kami berdzikir kepada Allah Ta’aala.” Selanjutnya beliau bersabda:
“Sesungguhnya aku melihat rahmat turun atas kalian, aku menginginkan
bersama-sama kalian di dalam rahmat tadi.” Selanjutnya beliau bersabda: “Segala
puji bagi Allah yang telah menjadikan diantara ummatku orang-orang yang diperintahkan
aku untuk bersabar bersama mereka.”
20.
Hadits Keduapuluh
Diriwayatkan
oleh al-Ishbahani di dalam at-Targhiib, dari Abu Razin al-Aqili, bahwasanya
Rasulullah Shollallaah ‘alaih wa sallam bersabda kepadanya: “Maukah engkau aku
tunjukkan rajanya perkara yang dengannya engkau dapat meraih kebaikan dunia dan
akhirat?”, dia menjawab: “Mau, wahai Rasulullaah.” Rasulullah bersabda:
“Hendaklah engkau sering-sering mendatangi majelis-majelis dzikir, dan apabila
engkau sedang dalam keadaan sendirian, maka gerakkanlah lisanmu untuk berdzikir
kepada Allah Ta’aala.”
21.
Hadits Keduapuluh satu
Diriwayatkan
oleh ibn Abi ad-Dunya, al-Baihaqi, dan al-Ishbahani dari Anas radhiyallaah
‘anhu berkata: Telah bersabda Rasulullah Shollallaah ‘alaih wa sallam:
“Sesungguhnya duduk bersama kaum yang berdzikir setelah sholat shubuh hingga
terbit matahari, lebih aku sukai daripada segala sesuatu yang disinari
matahari. Dan sesungguhnya duduk bersama kaum yang berdzikir setelah sholat
‘ashar hingga terbenamnya matahari, lebih aku sukai daripada dunia dan
seisinya.”
22.
Hadits Keduapuluh Dua
Diriwayatkan
oleh asy-Syaikhani (Bukhari dan Muslim) dari ibn ‘Abbas radhiyallaah ‘anhu
berkata: “Sesungguhnya mengeraskan suara dzikir setelah orang-orang
menyelesaikan sholat wajib sudah atas persetujuan dari Nabi Shollallaah ‘alaih
wa sallam”. Berkata pula ibn ‘Abbas: “Sesungguhnya aku selalu mengetahui
apabila mereka telah menyelesaikan sholat, kemudian terdengar mereka
berdzikir.”
23.
Hadits Keduapuluh Tiga
Diriwayatkan
oleh al-Hakim dari ‘Umar ibn al-Khaththab radhiyallaah ‘anhu bahwasanya Rasulullaah
Shollallaah ‘alaih wa sallam bersabda: “Barangsiapa yang masuk ke dalam pasar
kemudian mengucap:
لا اله الا
الله وحده لا شريك له له الملك وله الحمد يحيى ويميت وهو على كل شيء قدير
Maka
Allah Ta’aala akan menetapkan baginya sejuta kebaikan dan menghapus sejuta
keburukan, dan menaikkan derajatnya dengan sejuta derajat dan dibuatkan rumah
di Surga.”
Di
dalam beberapa thuruq (jalur mata rantai periwayatan) di hadits ini tertulis “ فنادى ”
Artinya: “Menyeru.”
24. Hadits
Keduapuluh Empat
Diriwayatkan
oleh Ahmad, Abu Dawud, dan at-Tirmidzi dan beliau menyatakan shohih, dan
an-Nasa’i serta ibn Majah, dari Sa’ib bahwasanya Rasulullaah Shollallaah ‘alaih
wa sallam bersabda: “Jibril ‘alahissalaam mendatangiku dan berkata:
‘Perintahkan para sahabatmu untuk mengeraskan suara mereka di dalam
bertakbir.’”
25.
Hadits Keduapuluh Lima
Diriwayatkan
oleh al-Maruwzi di dalam kitab al-‘Iidain dari Mujahid, bahwasanya ‘Abdullah
ibn ‘Umar dan Abu Hurairah radhiyallaah ‘anhuma mendatangi pasar pada hari-hari
sepuluh (dzulhijjah) maka keduanya bertakbir. Tidaklah mereka mendatangi pasar
kecuali untuk bertakbir. Dan diriwayatkan pula oleh ‘Ubaid ibn ‘Umair berkata:
Sesungguhnya ‘Umar selalu bertakbir di dalam qubbahnya, sehingga seisi masjid
juga bertakbir, dan juga seisi pasar juga bertakbir, sehingga seluruh Mina
bergemuruh suara takbir. Dan diriwayatkan pula dari Maimun ibn Mahran berkata:
Aku dapati manusia mengumandangkan takbir di hari ke sepuluh (dzulhijjah)
sehingga aku memisalkannya seperti gelombang lautan dikarenakan begitu
banyaknya.
[Fasal]
Kalau
engkau mau memikirkan secara mendalam atas hadits-hadits yang telah kami
kemukakan di atas, nyatalah bahwasanya seluruhnya tidak memakruhkan mengeraskan
suara di dalam berdzikir, sama sekali tidak, akan tetapi semuanya
menunjukkannya sebagai kesunnahan, baik secara langsung maupun secara tersirat
seperti halnya yang sudah kami paparkan diatas.
Adapun
apabila hadits-hadits di atas secara lahiriyahnya bertentangan dengan hadits:
“Sebaik-baik dzikr adalah yang tersembunyi (sirr)”, maka dapat dibandingkan
secara mu’aradhah antara hadits-hadits jahr dan sirr di dalam membaca Al-Quran,
seperti juga dengan bersedekah secara sirr. Dalam hal ini al-Imaam
an-Nawawi rahimahullaah mengkompromikan hadits-hadits tersebut dengan
kesimpulan: “Menyembunyikan (sirr) lebih baik kalau khawatir akan menimbulkan
riya’, mengganggu orang yang sedang sholat, atau orang yang sedang tidur.
Sedangkan jahr lebih baik dilakukan apabila diluar kondisi-kondisi di atas.
Karena pada dzikir secara jahr mengandung banyak amalan, faedahnya dapat
mengalir kepada para pendengarnya, disamping agar hati para pedzikir terjaga
dan mengkonsentrasikan niatnya kedalam fikirannya serta pendengaran menyimak
alunan dzikir sehingga dapat mengusir rasa kantuk dan semakin menambah semangat
di dalam berdzikir.”
Beberapa
ulama’ berpendapat Sunnah men-jahr-kan sebagian bacaan Al-Quran dan
men-sirr-kan sebagiannya. Karena boleh jadi orang yang men-sirr-kan bacaannya
merasa bosan dan menyukai kembali apabila membacanya secara jahr. Dan terkadang
orang yang men-jahr-kan merasa lelah, sehingga ia dapat beristirahat dengan
men-sirr-kan bacaannya. Selesai.
Demikian
pula pendapat kami (as-Suyuthi) tentang dzikir, dipilah-pilah seperti ini.
Dengan demikian, berhasillah dikompromikan antara hadits-hadits yang mu’aradhah
(bertentangan).
Bila
kamu bertanya: (Bukankah) Allah Ta’aala telah berfirman: “Dan sebutlah nama
Rabb-mu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan tidak dengan
mengeraskan suara.”
Aku
(as-Suyuthi) mencoba menjawab dengan tiga jawaban:
Pertama: “Ayat tersebut termasuk kategori
Makkiyah seperti halnya ayat Al-Isra’: “Dan janganlah kamu mengeraskan suaramu
di dalam sholatmu dan janganlah pula merendahkannya”. Sesungguhnya ayat ini
diturunkan ketika Rasulullah Shollallaah ‘alaih wa sallam mengeraskan bacaan
Al-Quran dan terdengar oleh orang-orang musyrikin, sehingga mereka musyrikin
mencaci-maki ayat-ayat Al-Quran dan yang menurunkannya (Allah Ta’aala). Lalu
Allah Ta’aala memerintahkan untuk meninggalkan jahr untuk menutup wasilah
(cercaan mereka). Sama halnya dengan pelarangan memaki-maki patung-patung
mereka pada firman: ”Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka
sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui
batas tanpa pengetahuan.”
Dan
alasan pelarangan tersebut sekarang telah sirna. Ini pula yang ditunjukkan Ibnu
Katsir dalam Tafsirnya.
Kedua: “Sebagian mufassir, diantaranya:
Abdurrahman bin Zaid bin Aslam (guru Imam Malik), dan Ibnu Jarir, mendorong
ayat ini kepada keadaan pedzikir saat ada pembacaan Al-Quran, bahwa
dianjurkan demikian untuk menghormati Al-Quran, agar suara dzikir tidak
dikeraskan disisinya. Hal ini diperkuat oleh firman sebelumnya: ”Dan apabila dibacakan
Al Quran, maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah”. Menurut hematku:
‘Saat diperintahkan ‘inshat’ (diam dan memperhatikan) seolah-olah ada
kekhawatiran akan kecenderungan kepada menganggur (dari dzikir), maka Allah
menegaskan pada ayat selanjutnya, sekalipun ada perintah berhenti dzikir dengan
lisan, perintah dzikir dengan hati tetaplah abadi sehingga jangan sampai lalai
dari menyebut (nama) Allah Ta’aala. Karena itu, ayat ini diakhiri dengan:
”Janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai (dari menyebut nama Allah
Ta’aala).”
Ketiga: Para ulama sufi menyebutkan, bahwa
ayat di atas dikhususkan buat Nabi Shollallaah ‘alaih wa sallam yang memang
telah begitu sempurna. Sedangkan orang-orang selain beliau, yang merupakan
tempat was-was dan gudangnya pikiran-pikiran yang jelek, dianjurkanlah
mengeraskan suara zikir, karena lebih memberi efek pada menolak
kekurangan-kekurangan tersebut. Menurutku, pendapat ulama sufi di atas didukung
oleh hadits yang dikeluarkan Al-Bazzar dari Mu’adz bin Jabal berkata: bersabda
Rasulullah Shollallaah ‘alaih wa sallam: “Siapa saja yang shalat pada
malam hari hendaklah mengeraskan bacaannya, karena sesungguhnya para Malaikat
ikut shalat bersamanya dan mendengar bacaan dia, dan sesungguhnya seluruh jin
mukmin yang terbang di udara serta tetangga yang berada dalam rumahnya
ikut pula shalat dan mendengar bacaannya, dan sesungguhnya pengerasan bacaan
juga dapat mengusir jin-jin fasiq dan setan-setan jahat dari rumah dan
sekitarnya”.
Kalau
engkau bertanya: (bukankah) Allah Ta’aala telah berfirman: ”Berdoalah kepada
Tuhanmu dengan merendah diri dan suara yang lembut, sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang melampaui batas.” Dan kata ‘melampaui batas’
ditafsirkan dengan ‘mengeraskan suara doa’, maka aku akan menjawab dengan dua
jawaban sebagai berikut:
Pertama: Tafsir yang rajih mengenai ayat
ini, bahwa ‘melampaui batas’ ditafsirkan dengan ‘melampaui yang diperintahkan’
atau ‘mengada-ngadakan doa yang tidak ada dasarnya dalam agama’. Penafsiran ini
diperkuat oleh hadits yang dikeluarkan Ibnu Majah dan Hakim dalam kitab
Mustadraknya, sekaligus men-shohihkannya, dari Abu Nu’amah radhiyallaah ‘anh,
bahwa Abdullah bin Mughaffal mendengar anaknya berdoa: ”Ya Allah, sesungguhnya
aku memohon kepadaMu sebuah istana putih di sebelah kanan surga.” Abdullah
menegur anaknya: “Aku mendengar Rasulullah Shollallaah ‘alaih wa sallam
bersabda: ‘Akan muncul dalam kalangan umatku nanti suatu kaum yang melampaui
batas dalam doa-doa mereka’”. Beginilah penafsiran seorang sahabat yang mulia,
yang beliau lebih tahu apa yang dimaksudkan oleh sebuah nash.
Kedua:
Anggaplah kita menerima (bahwa ayat di di atas memang melarang mengeraskan
suara), tapi hanya mengeraskan suara pada doa, bukan dalam berzikir. Secara
khusus doa memang lebih afdhal di-sirr-kan, karena lebih dekat kepada ijabah.
Inilah alasannya mengapa Allah Ta’aala berfirman: ”Yaitu tatkala ia (Nabi
Zakaria) berdoa kepada Tuhannya dengan suara yang lemah-lembut”. Dan
karena itulah disunatkan men-sirr-kan bacaan “ta’awwudz” dalam shalat secara ittifaq,
karena ia adalah doa.
Kalau
engkau bertanya: Telah dinukilkan dari ibn Mas’ud, bahwa beliau menyaksikan
suatu kelompok orang yang menyaringkan suara tahlil dalam mesjid, lalu berkata:
”Aku tidak melihat kepada kalian kecuali hanya orang-orang pembuat bid’ah
semata”. Kemudian beliau mengusir mereka dari masjid.
Aku
(as-Suyuthi) menjawab: Atsar Ibnu Mas’ud ini butuh kepada menjelaskan
sanad-sanadnya dan siapa saja yang ada mengeluarkannya dalam kitabnya diantara
para Imam Hafidh hadits. Dan, katakanlah memang Atsar itu ‘tsabit’, tetapi
kemudian bertentangan dengan banyak hadits yang telah ‘tsabit’ pula di atas.
Dan hadits lebih diutamakan kalau terjadi ‘ta’arrudh’. Kemudian, aku melihat
secara tidak langsung ada keingkaran dari Abdullah bin Mas’ud terhadap atsarnya
sendiri. Diantaranya, berkata Imam Ahmad bin Hanbal dalam kitab Az-Zuhd: ‘Husen
bin Muhammad menceritakan kepada kami, Mas’udy menceritakan kepada kami dari
‘Amir bin Syaqiq dari Abu Wa-il berkata: ”Banyak orang yang menduga bahwa
Abdullah bin Mas’ud selalu melararang berzikir (secara jahr), tetapi tidaklah
aku duduk bersamanya di suatu tempat kecuali beliau selalu berdzikir”. Imam
Ahmad mengeluarkan dalam ‘Az-Zuhd’ dari Tsabit Al-Banany berkata: ”Sesungguhnya
ahli dzikir ketika duduk hendak berdzikir dengan beban dosa yang semisal gunung
sekalipun, maka sesungguhnya tatkala mereka bangun dari ‘dzikrullah’ ia tidak
lagi mempunyai dosa sedikitpun.
Sumber : https://jundumuhammad.com/2011/07/17/dalil-dalil-diperbolehkannya-berdzikir-secara-jahr-dan-secara-berjamaah/
nice sharing kak
BalasHapusModern Industrial Estate
Mna yng lbh utama antara mjlis ilmu dan mjls dzkiri berikan alasan dan dllnya
BalasHapus