Rabu, 28 Desember 2016

PENGERTIAN SEDEKAH


Secara etimologi, sedekah ialah kata benda yang dipakai untuk suatu hal yang disedekahkan. Kata tersebut diambil dari unsur huruf Shad, dal dan qaf, serta dari unsur ash-shidq (benar; jujur). Sebab, sedekah itu menunjukkan kebenaran penghambaan seseorang kepada Allah.
Al-Jurjani berkata, “Sedekah ialah sebuah pemberian yang diberikan karena mengharap pahala dari Allah”. Sementara Ar-Raghib menuturkan, “Sedekah ialah harta yang dikeluarkan seseorang dengan maksud ibadah, seperti zakat. Akan tetapi, sedekah dasarnya disyari’atkan untuk suatu hal yang disunnahkan, sedangkan zakat untuk hal yang diwajibkan”.[1]
An-Nawawi berkata, “Dinamakan sedekah karena ia membuktikan kejujuran pelakunya dan kebenaran imannya secara lahir batin. Dengan demikian, sedekah merupakan kejujuran dan kebenaran iman orang yang bersangkutan”.[2]
Umar r.a. berkata, “Amal itu saling berbangga diri satu sama lain. Sedekah berkata, ‘saya ialah yang terbaik diantara kalian, saya ialah yang terbaik diantara kalian’”.[3] Abdul Aziz bin Umair berkata, “Shalat akan mengantarkanmu menuju setengah perjalanan, puasa akan mengantarkanmu sampai depan pintu sang Raja, Allah, sedangkan sedekah akan memasukkanmu (untuk bertemu) dengan-Nya”.[4]
Ibnu Abi Al-Ja’d berkata, “Sedekah itu menghilangkan tujuh puluh pintu keburukan”.[5] Yahya bin Muadz berkata, “Saya tidak mengetahui suatu biji yang beratnya mengimbangi gunung dunia, kecuali sedekah”.[6]
Asy-Sya’bi berkata, “Barang siapa yang menilai dirinya tidak lebih membutuhkan pahala sedekah daripada seorang fakir yang membutuhkan sedekah itu, sebenarnya ia telah menggugurkan pahala sedekahnya dan memukul wajahnya sendiri dengan sedekah itu”.[7]
Al-Laits bin Sa’ad berkata, “Barang siapa mengambil suatu sedekah atau hadiah dariku, hak dirinya atas diriku lebih besar daripada hakku atas dirinya. Karena ia telah menerima amalan yang mendekatkanku kepada Allah”.[8]
Al-Fudhail bin Iyadh pernah berkata kepada orang-orang yang menerima sedekah, “Mereka membawakan perbekalan-perbekalan kita ke akhirat tanpa upah sedikitpun, hingga mereka meletakkannya di atas timbangan dihadapan Allah”.[9]
Ali bin Abi Thalib r.a. menuturkan, “Barang siapa yang diberi harta oleh Allah, hendaklah ia menyambung kerabatnya dengan harta itu, memperindah jamuan untuk tamunya, menolong orang yang membutuhkannya, membebaskan tawanan, ibnu sabil, orang fakir miskin, mujahidin, dan bersabar atas musibah yang menimpa hartanya. Sebab, dengan hal-hal itu, yang bersangkutan akan mendapatkan kemuliaan dunia dan akhirat”.[10]
Abu Hatim berkata, “Kekikiran ialah sebuah pohon di neraka, sedangkan ranting-rantingnya ada di dunia. Barangsiapa bergantungan pada salah satu ranting-ranting itu, ia akan terjerumus ke dalam neraka. Hal itu sebagaimana kedermawanan ialah sebuah pohon di surga, yang ranting-rantingnya berada di dunia. Barangsiapa bergantungan pada salah satu ranting-rantingnya, ia akan dibawa menuju surga, dan surga itu ialah tempat orang-orang dermawan”.[11]
Seorang saleh bila didatangi orang fakir yang meminta sedekah berkata, “Selamat datang wahai orang yang membawa perbekalan kami untuk menuju Rabb kami!” Maksud perbekalan itu ialah kebaikan dan amalan-amalan yang mendekatkan diri menuju keridhaan Allah.


Sumber : Hasan bin Ahmad Hammam, et al. “Terapi dengan Ibadah”. hal: 421-423.



[1]   Lihat Al-Jauhri, Ash-Shihah, Ibnu Manzhur, Lisan Al-‘Arab, Al-Jurjani, At-Ta’rifat, hal. 138, dan
       Ar-Raghib, Al-Mufradat, hal. 278.
[2]   An-Nawawi, Syarah Muslim: VII/48.
[3]   Al-Ibsyaihi, Al-Mustahtraf: I/10.
[4]   Ibid.
[5]   Ghazali, Ihya ‘Ulum Ad-Din: I/226.
[6]   Al-Ibsyaihi, Al-Mustahtraf.
[7]   Al-Ibsyaihi, Al-Mustahtraf.
[8]   Muhammad Hamid Abdul wahhab, At-Tijarah Ar-Rabihah.
[9]   Ibid.
[10] Abu Hatim As-Sabti, Raudhah Al-‘Uqala’ wa Nuzhatul Fudhala’.
[11] Ibid.

1 komentar: